rthadi

HOME

Jumat, 10 Mei 2013

Artikel budaya


PERAYAAN TABOT SEBAGAI WISATA BUDAYA MASYARAKAT BENGKULU

Oleh:
Robeet Thadi, S.Sos., M.Si

Abstract
Regional culture as a support of national culture has given some contribution in inviting the tourists from inside as well as outside of the country. This writing describes about the Tabot celebration as one of cultural tourisms of Bengkulu people. The celebration of holy Tabot was firstly held for remembering the death of Husein in Padang Karbala. It was done for 10 days (1 – 10 Muharam) every year. In some other regions it was well known as Assyura day. Recently, the celebration of holly tabot has developed. It was not merely identical to holly things. It has been modified with the extra activities, such as the culture fest that become a special interest for the tourists to watch. Moreover the culture fest of Tabot is celebrated with the various art reciting.

Keywords:  Ritual Tabot, Wisata Budaya,
PENDAHULUAN
Tahun 2010 pemerintah propinsi Bengkulu menetapkan sebagai tahun kunjungan wisata internasional ke ritus dan objek wisata yang ada di propinsi Bengkulu. Kemasan tahun kunjungan wisata ini terasa betul pada perayaan Tabot Desember 2009 lalu yang ditutup dengan malam 1000 kembang api menyambut tahun baru 2010. Sebagai negara yang kaya dengan budaya lokal, Bengkulu juga ikut andil dalam pengembangan pariwisata nasional, salah satu ritual budaya yang terkenal baik lokal, nasional bahkan internasional dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Bengkulu adalah apa yang disebut dengan perayaan ritual Tabot. Menurut Makmur et.all (1982: 19) Tabot adalah:
Suatu arak-arakan dengan  membawa panji-panji serta diringi dengan bunyi-bunyian (lagu) gendang bertalu-talu ... kegiatannya bermula dari acara mengambil tanah diakhiri dengan acara Tabot Terbuang, berlangsung selama 10 hari, yaitu semenjak tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam.

Sebagai sebuah ritual, Tabot memiliki banyak nilai simbolik terutama menyoal peringatan atas meningalnya cucu nabi Muhammad Hasan dan Husein di Padang Karbala. Di sisi lain, prosesi dalam perayaan ritual Tabot terkandung pikiran serta gagasan kemanusiaan yang disampaikan secara khas dan unik, yang mengandung pesan-pesan politik, religius, budaya dan sosial. Dikatakan khas dan unik karena ritual Tabot hanya terdapat di wilayah tertentu saja, bahkan di Indonesia hanya ada di Bengkulu (Tabot), Padang Sumatera Barat (Bulan Tabuik), Aceh (Buleen Asan Usen).
Menariknya, ritual Tabot yang awalnya dilakukan untuk simbolisasi peringatan wafatnya Hasan dan Husein, namun kini sudah dikemas sedemikian rupa yang menggabungkan dua ritual yakni  pertama tampak lebih bersifat seni total ritual yang semuanya dilakukan oleh kerukunan keluarga Tabot (KKT), sedangkan kemasan yang kedua lebih bersifat selingan atau bisa disebut sebagai seni tontonan/pertunjukkan. Perayaan tabot yang diyakini mampu mengundang wisatawan, akan berdampak pada pertumbuhan PAD di propinsi Bengkulu. Alhasil, pemerintah Bengkulu turut berpartisipasi didalamnya dan menetapkan Tabot sebagai budaya unggulan propinsi Bengkulu yang perayaannya dikemas dalam bentuk festival budaya.
SEJARAH DAN BUDAYA RITUAL TABOT BENGKULU
Tak ada catatan tertulis sejak tahun kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Banyak versi yang mengemukakan budaya perayaan tabot di Bengkulu, dalam tulisan ini akan diungkapkan beberapa catatan sejarah tentang budaya ritual tabot Bengkulu. Pertama, upacara ritual Tabot Bengkulu disebut-sebut bahwa tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi'ah ini mulai ada sejak pembangunan Benteng Marlborough di Bengkulu oleh para penyebar agama Islam dari Punjab. Para penyebar agama Islam dari Punjab yang datang ke Bengkulu pada waktu itu adalah para pelaut ulung di bawah pimpinan Imam Maulana Irsyad. Rombongan Imam Maulana Irsyad yang datang ke Bengkulu berjumlah 13 orang, antara lain terdapat: Imam Sobari, Imam Bahar, Imam Suandari dan Imam Syahbuddin. Mereka tiba di Bengkulu pada tahun 1336 Masehi (756/757 Hijriah). Setibanya di Bengkulu kaum Syi’ah penyayang Amir Husein ini langsung melaksanakan rangkaian Upacara Ritual Tabot yang diselenggarakan selama 10 hari, yakni dari akhir bulan Dzulhijjah 756 H sampai dengan tanggal 10 Muharram 757 H. Nama Imam Maulana Irsyad dan kawan-kawan ini kurang dikenal dalam sejarah, hal ini mungkin mereka pada waktu itu belum menetap di Bengkulu. Nama yang lebih dikenal dalam sejarah Tabot di Bengkulu adalah Syekh Burhanuddin (Imam Senggolo). Syekh Burhanuddin hidup di Bengkulu pada masa Inggris sudah masuk ke Bengkulu, yakni antara tahun 1685 sampai dengan 1825.
Versi lain, Van Ronkel (dalam Firmansyah, 1997), seorang sejarahwan Belanda yang mengadakan penelitian tentang Perayaan Tabot di Pariaman Sumatera Barat dan Bengkulu, menyatakan hasil tradisi mengusung Tabot, pertama kali dibawa oleh laskar Sipai (Sepooy) yang menyertai bala tentara Inggris ketika berusaha untuk menguasai pesisir pantai Barat Sumatera. Kemudian diwariskan kepada anak cucu mereka yang telah berasimilasi dengan orang Bengkulu. Warga keturunan yang sudah berasimilasi dengan penduduk asli Bengkulu itu kini dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai. Tabot kini dipandang sebagai upacara tradisional orang Bengkulu, baik dari kaum Sipai maupun Melayu Bengkulu.
Tabot pada hakekatnya sarat makna, karena di dalamnya berisi serangkaian sikap dan simbol-simbol perilaku yang diilustrasikan melalui serangkaian arak peti yang dihiasi dengan bermacam-macam warna dan dilaksanakan pada tanggal 1 Muharram sampai 10 Muharram, dalam rangka memperingati kematian Husein bin Ali. Di berbagai belahan dunia lain, upacara berkabung semacam ini dikenal dengan sebutan Hari Assyura. Di Irak misalnya, pada puncak Hari Assyura pada 10 Muharram, kaum Syi’ah mengagungkan penggalan sejarah yang terjadi pada tahun 61 Hijriah atau 681 Masehi itu dengan cara yang tergolong amat fanatik, bahkan dengan cara menyakiti diri mereka sendiri.
Menurut Azra (2000: 21) tradisi Tabot sangat berbeda dengan acara semacamnya, yang dikenal dengan ta’ziyeh yang dirayakan secara resmi di Iran sejak masa Dinasti Safawi. Ta’ziyeh di Iran tentu saja sangat kental dengan teologi dan ideologi politik Syi’ah dan karena itu tak heran kalau ritual ini sangat efektif dalam menggalang masa Iran untuk bangkit melawan rezim Reza Pahlevi.
Berbeda dengan perayaan di Assyura di Bengkulu yang disimbolkan dengan perayaan tabot, sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi'ah, lewat upacara Tabot, peringatan atas gugurnya Husein cucu nabi Muhammad dimaknai sekedar kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat dari leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud dari peran serta orang-orang Sipai untuk berpartisipasi dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah setempat.
Ritual Tabot sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan yang mempunyai nilai-nilai budaya, adat, sosial, politik. Begitu juga dengan penggunaan bangunan Tabot yang mempunyai fungsi dan makna tersendiri, warna hiasan rumbai dan bunga dan juga ukiran yang dipahat serta setiap prosesi Ritual merupakan media yang digunakan untuk berkomunikasi.
Tabot sebagai sebuah ritual yang sarat makna simbolik, dimana manusia sebagai makhluk yang mempertukarkan simbol-simbol, ditentukan oleh ruang konstruksi berbeda-beda berdasarkan latar belakang sosial budaya maupun tingkat pengetahun orang yang bersangkutan. Karena itu, simbol diinterpretasikan sering bermakna ambigu (bermakna ganda) karena masyarakat sangat majemuk dari latar belakang sosial, pendidikan, agama, pekerjaan, dan lain sebagainya. Mulyana dan Rakhmat (2003: 26-29) menunjukkan tiga unsur sosio-budaya yang mempunyai pengaruh besar dan langsung atas makna-makna yang dibangun dalam persepsi manusia, yaitu: 1) Sistem-sistem kepercayaan (belief), nilai (value), sikap (attitude), 2) Pandangan dunia (world view), dan 3) Organisasi sosial (social organization). Ketiga unsur utama ini mempengaruhi persepsi dan makna yang dibangun dalam persepsi yang bersifat pribadi dan subjektif. Sebagian kelompok manusia mungkin melihat identitas sosial yang sama dan menyetujui identitas sosial tersebut dengan menggunakan istilah-istilah yang objektif, tetapi makna objek atau peristiwa tersebut bagi sebagian manusia sebagai individu mungkin sangat berbeda.
Setidaknya secara umum simbolisasi perayaan Tabot Bengkulu dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama, Tabot sebagai ritus yang berarti merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan ritual yang dilaksanakan mulai malam tanggal 1 sampai 10 tiap-tiap bulan Muharam. Sebagai ritus, ritual Tabot dipimpin oleh seorang anggota keluarga Tabot yang menguasai secara detail ritual ini, dan yang dianggap memiliki kemampuan spiritual untuk melaksanakan ritual tersebut. Kedua,  Tabot yang bersifat fisik. Tabot dalam pengertian ini dipahami sebagai suatu ornamen berbentuk candi atau rumah yang mempunyai satu atau lebih puncak, dengan ukuran yang berbeda-beda, dibuat dari bahan-bahan tertentu dan dikhususkan untuk ritual Tabot.
Sejalan dengan pemikiran di atas, menurut Jama’an Nur (dalam Zubaedi et.all, 2007: 17) salah seorang tokoh agama Bengkulu, upacara Tabot mengandung dua aspek: aspek ritual dan aspek non ritual. Aspek ritual hanya boleh dilakukan oleh keluarga Tabot dan dipimpin oleh dukun Tabot atau orang kepercayaan saja yang memiliki ketentuan khusus dan norma-norma yang harus ditaati. Upacara non ritual dapat diikuti oleh siapa saja. Hal ini sejalan dengan kecenderungan upacara Tabot yang  akhir-akhir ini lebih banyak dititik-beratkan pada aspek kebudayaan dan pariwisata.
Terlepas dari adanya pergeseran makna dan tujuannya, inti dari upacara Tabot itu sendiri pada awalnya adalah untuk mengenang upaya para pemimpin Syi'ah dan kaumnya yang mengumpulkan bagian-bagian dari jenazah Husein, mengaraknya, serta memakamkannya di Padang Karbala, karena itu di kota Bengkulu ada sebuah daerah yang disimbolisasikan sebagai padang Karbala yakni Pemakaman Umum Karabela di Tebeng Kota Bengkulu. Tabot sebagai ritual seperti dijelaskan Hamidy (1991: 62) seluruh prosesi itu berlangsung selama 10 hari (1-10 Muharram) dimulai dari:  Pertama,   Mengambik tanah (mengambil tanah). Upacara ini berlangsung pada malam tanggal 1 Muharam, sekitar pukul 22.00 WIB. Tanah yang diambil untuk membuat boneka itu adalah tanah yang dianggap mengandung unsur magis. karenanya pengambilan tanah harus dilakukan pada lokasi yang dipandang keramat. Setidaknya ada dua tempat yang dikeramatkan dalam pengambilan tanah yaitu Keramat Tapak Padri dan Keramat Anggut. Di tempat ini mereka memberikan sesajen berupa: bubur merah dan bubur putih, gula merah, sirih 7 subang, rokok nipah 7 batang, kopi pahit 1 cangkir, air serbat 1 cangkir, dadih (susu sapi murni yang mentah) 1 cangkir, air cendana 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.
Kedua, Duduk Penja (mencuci jari-jari). Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga Sipai, Penja adalah benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut duduk Penja, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram sekitar pukul 16.00 WIB. Pada upacara ini sesajen yang diberikan  berupa nasi kebuli 1 porsi, emping beras 1 piring, pisang emas 1 sisir, tebu 1 potong, kopi pahir 1 gelas, air serobat 1 gelas dan dadih 1 gelas.
Ketiga, Menjara (mengandun). Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji dol (bertanding membunyikan dol) yang dilaksanakan pada tanggal 6 Muharram dan 7 Muharram mulai pukul 20.00 WIB atau 23.00 WIB.  Keempat, Meradai (mengumpulkan dana). Acara meradai ini dilakukan pada tanggal 6 Muharram sekitar pukul 07.00-17.00 WIB. Pelaksanaan acara ini disebut dengan Jola yang diambil dari anak-anak 10-12 tahun.
Kelima, Arak Penja (mengarak jari-jari). Arak Penja dilaksanakan pada malam ke-8 Muharram, sekitar pukul 19.00-21.00 WIB dengan menempuh jalan-jalan utama di kota Bengkulu. Keenam, Arak Serban (mengarak Sorban). Berlangsung pada malam ke-9 Muharram, sekitar pukul 19.00-21.00 WIB dengan mengambil rute yang sama dengan Arak Penja. Benda yang diarak selain Penja ditambah dengan Serban (Sorban) putih diletakkan pada Tabot Coki (Tabot Kecil), dilengkapi dengan bendera/panji-panji berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan nama “Hasan dan Husein” dengan kaligrafi Arab yang indah.
Ketujuh, Gam (tenang berkabung). Satu di antara tahapan upacara Tabot ini terdapat suatu acara yang mesti ditaati yaitu “gam,” suatu waktu yang ditentukan yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata “ghum” yang berarti tertutup atau terhalang. Masa gam ini dimulai dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, di mana pada waktu tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan dol dan tassa, tidak boleh dilakukan. Jadi masa gam dapat juga disebut masa tenang.
Kedelapan, Arak Gedang (taptu akbar). Pada 9 Muharram malam, sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan secara ritual pelepasan Tabot Besanding di gerga (markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan dengan arak gedang yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh rute yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya grup-grup Tabot, grup-grup hiburan, para pendukung masing-masing serta masyarakat. Acara ini berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di lapangan Merdeka Bengkulu (Sekarang: Lapangan Tugu Propinsi). Tabot dibariskan bershaf istilah lokal disandingkan, karenanya acara ini dinamakan Tabot Besanding.
Terakhir, Tabot tebuang (Tabot terbuang). Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang. Pada pukul 09.00 WIB seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu.
Pada sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Tabot.
TABOT SEBAGAI ASET WISATA ANDALAN MASYARAKAT BENGKULU
Perayaan Tabot Bengkulu semula adalah tradisi ritual dalam rangka mengenang meninggalnya Husein yang pesertanya hanya dilakukan oleh Kerukunan Keluarga Tabot (KKT). Sebagai sebuah tradisi ritual, perayaan Tabot telah berlangsung selama bertahun-tahun di Bengkulu, sudah menjadi sebuah keharusan yang dilaksanakan oleh para keturunan ahli waris Tabot di Kota Bengkulu. Kini telah berkembang menjadi suatu festival budaya yang dinantikan masyarakat luas, dewasa ini perayaan Tabot sudah menjelma menjadi sebuah festival budaya unggulan yang menjadi agenda tahunan.
Disetiap momen perayaan Tabot yang sarat nilai biasanya digelar acara tambahan yang dikemas dalam bentuk festival budaya sebagai daya tarik wisatawan. Sebagai sebuah perayaan,  Agus Setiyanto (dalam Zubaedi et.all, 2007: 91) menjelaskan tipologi perayaan Tabot bisa dikelompokkan dalam dua kemasan. Pertama, tampak lebih bersifat seni total ritual, sedangkan kemasan yang kedua lebih bersifat selingan atau bisa disebut sebagai seni tontonan. Disebut sebagai seni ritual karena selama dalam kegiatan prosesinya dan segala infra-strukturnya, termasuk benda-benda yang dikeramatkan, tidak terganggu oleh para penontonnya. Orang-orang yang terlibat berperan sebagai pelaku dalam prosesi ritualnya, sedangkan para penonton yang hadir tak lebih dari sekedar menikmati hiburan. Sedangkan, disebut total tontonan jika isi dalam kemasannya tidak ada kandungan unsur-unsur ritualnya.
Sebagai sebuah realitas budaya, sekarang tradisi perayaan Tabot sudah menjadi “seni pertunjukan” tersendiri dan unik, sehingga menjadi aset kebudayaan yang tak ternilai bagi masyarakat Bengkulu. Perayaan ritual tabot tak ubahnya seperti festival budaya, apalagi sepanjang pelaksanaan perayaan Tabot ini biasanya dimeriahkan dengan berbagai event seperti lomba tokok dol terlama, pergelaran seni budaya nusantara, pemilihan Putri Tabot, lomba musik dol, lomba tari kreasi Tabot, upacara duduk penja, pawai dan lomba telong-telong, lomba puisi Islami, Hari Gam, dan lain-lain. Tentu saja festival budaya ini akan menjadi tontonan menarik bagi wisatawan losal, ragional, nasional maupun internasional apalagi secara simbolik menampilkan beragam tampilan seni yang memukau.
Pelestarian dan pengembangan unsur seni budaya yang terkandung dalam perayaan Tabot perlu dilakukan secara terpadu dan sungguh-sungguh, agar aset wisata budaya warisan leluhur ini dapat memberikan penampilan fisik dan nonfisik yang memiliki nilai jual tinggi bagi kerangka pembangunan kepariwisataan di Provinsi Bengkulu, apalagi kebijakan pemerintah daerah propinsi Bengkulu dimana tahun 2010 dijadikan tahun kunjungan wisata internasional ke propinsi Bengkulu yang dimotori oleh Dinas Pariwisata propinsi Bengkulu.
Menurut Pambudi (1998: 8) Istilah pariwisata yang dalam bahasa asing dikenal dengan tourism berasal dari bahasa sansekerta yang mempunyai dua suku kata yaitu Pari yang berarti seluruh, semua atau penuh, dan Wisata yang berarti perjalanan atau bepergian. Sejalan dengan pendapat Pambudi, secara tata bahasa menurut Pendit (1967: 37) pariwisata dapat diartikan sebagai uang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancongan dan tourism. Sedangkan Hunzeiker dan K. Kraft (dalam Yoeti: 1996: 106) mengatakan bahwa Pariwisata adalah keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara itu.
Dalam laporan masalah dan perspektif pariwisata nasional dikatakan bahwa Pariwisata adalah proses bepergian sementara seseorang atau lebih ketempat lain di luar tempat tinggalnya untuk berbagai kepentingan lain baik ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama dan kesehatan maupun kepentingan lain yang bersifat sekedar ingin tahu dan menambah pengalaman atau belajar.
Pemikiran tentang wisata dan pariwisata di atas secara ekonomis mengisyaratkan bahwa terjadinya pertumbuhan ekonomi disuatu tempat sebagai akibat dari kunjungan yang dilakukan oleh pelancong/wisatawan. Kaitannya dengan tabot sebagai sebuah ritual budaya yang sudah dikemas menjadi festival budaya daerah Bengkulu sebagai jawaban dalam menciptakan budaya lokal menjadi budaya nasional yang memiliki daya tarik wisatawan dengan tidak melepaskan nilai sakral dalam sebuah ritual budaya. Tabot yang dikenal oleh masyarakat luas sebagai tradisi rakyat Bengkulu telah mengalami perluasan dan perkembangan. Perkembangan dan perluasan itu dimaksudkan untuk menyerap pengunjung atau wisatawan dari luar kota Bengkulu sehingga sektor pariwisatanya akan meningkat, harapan terbesar adalah membawa kontribusi pada Pendapataan Asli Daerah (PAD). Apalagi saat ini Pemerintah Pusat memerlukan kebijakan Otonomi Daerah sehingga setiap Daerah perlu mencari PAD-nya. Diperkirakan, perayaan Tabot pada setiap-tahunnya menyerap ratusan ribu penonton. Bukan jumlah yang kecil untuk ukuran wilayah Bengkulu yang penduduknya tidak lebih dari 1,7 juta jiwa.
Ritual Tabot yang berlangsung tiap tahun pada 1-10 Muharam tahun Hijriah tersebut tidak semata sebagai rutinitas budaya, tetapi juga menjadi sarana promosi untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu. Maka tahun 2006 cakupan festival budaya diperluas menjadi kegiatan provinsi, yang sebelumnya hanya domain pemerintak kota Bengkulu. Seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu dilibatkan secara langsung, baik dalam parade Tabot maupun kegiatan pameran dan promosi daerah, kesemuanya sudah dikemas menjadi agena tahunan pesta budaya propinsi Bengkulu.
Upaya Pemerintah propinsi Bengkulu untuk mengangkat tradisi dan budaya turun temurun yang telah dilakukan masyarakat dalam bentuk upacara Tabot dan menetapkannya sebagai agenda tahunan untuk pariwisata disambut positif oleh Pemerintah. Melalui Menbudpar, Ir. Jero Wacik, SE menyatakan mendukung sepenuhnya Festival Tabot ini menjadi event pariwisata nasional karena akan mendorong wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (winus) untuk melihat dari dekat kegiatan festival Tabot (Suara Pembaharuan, 11 Januari 2007). Pada acara Tabot 2009 digelar berbagai event pariwisata yang diperkirakan telah mendatangkan sekitar 200.000 orang wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara.
Jika dilihat dari kacamata sosiologis/antropologis sesungguhnya Tabot adalah bagian dari kebudayaan karena merupakan pencerminan dari cara berfikir dan cara merasakan sebagian besar masyarakat Bengkulu yang dimanifestasikan dalam seluruh segi kehidupan yang kompleks dan menghasilkan sebuah makna yang bersifat material dan non material. Tabot sangat sarat dengan unsur-unsur kebudayaan yang menjadi daya tarik tersendiri untuk dilihat bahkan dimiliki oleh para wisatawan. Unsur-unsur kebudayaan yang melekat dalam tradisi Tabot  dan menjadi daya tarik pariwisata meliputi: seni ukir, ragam hias, seni arsitektur, seni musik dan seni tari.
1.    Seni ukir. Unsur seni ukir sangat jelas dikandung oleh Tabot dalam bentuk pola bangunan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah. Pada ukiran tersebut divisualisasikan binatang buraq, kalimat hikmah, bunga, kubah masjid dan aneka warna-warni ukiran yang cukup artistik untuk dipandang.
2.    Ragam hias. Aneka ragam hiasan dalam Tabot juga mengandung nilai yang tinggi karena motifnya mengkombinasikan warna-warni secara searasi. Belum lagi hiasan bunga dan kelengkapan dekorasi yang semakin menunjukkan keunikan tersendiri dari ragam hias Tabot.
3.    Seni arsitektur. Adapun seni arsitektur bisa diamati dari segi bangunan Tabot  yang mengambil bentuk atau konstruksi bangunan yang cukup artistik, misalnya dibuat dengan bertingkat, berbentuk tugu, menara ataupun piramid.
4.    Seni musik. Tabot juga kaya dengan sajian seni musik. Dalam perayaan Tabot pelancong akan dapat melihat dan mendengarkan seni musik yang memiliki citra seni tersendiri seperti Doll dan Tassa. Alat musik dalam upacara Tabot ini biasanya ditabuh oleh seseorang yang ahli dan trampil sehingga menghasilkan irama yang menggema menyerupai genderang perang. Bunyi-bunyian ini akan membangun semangat juang bagi para penabuh dan pendengarnya. Bunyi seni berpadu dengan semangat juang yang tinggi dan musik ini konon kabarnya bagi yang mendengar akan berpengaruh positif bagi keberhasilan hidupnya.
5.    Seni tari. Seni tari yang ditampilkan dalam perayaan Tabot juga memancarkan keunikan tersendiri. Para penari yang membawakannya berasal keluarga kerukunan Tabot. Mereka membawakan tari telong-telong dan tari ikan-ikan, sebuah tarian-tarian yang dianggap wajib pada setiap kali perayaan Tabot.
Berdasarkan kenyataan ini, Tabot merupakan suatu kegiatan yang menarik untuk dilihat dan disaksikan karena mempunyai nilai-nilai budaya tinggi dan menyajikan berbagai cabang seni. Secara positif, pelaksanaan Tabot akan menumbuhkan motivasi bagi masyarakat  untuk menghargai sebuah karya seni dan memberi peluang bagi berkembangnya keterampilan seni ukir, musik, tari dan kerajinan.
Secara lebih luas, perayaan Tabot memberikan dampak positif dalam beberapa hal. Pertama, upacara Tabot cukup berpengaruh dalam menggerakkan kegiatan perekonomian warga meningkatkan pendapatan daerah. Hal ini terjadi karena selama Tabot dirayakan akan mengundang wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang secara tidak langsung maupun langsung akan memperluas volume usaha, kerajinan, konsumsi, perdagangan, tranportasi dan penginapan. Hal ini akan mengakibatkan peredaran uang akan meningkat lebih banyak dari biasanya. Para pedagang kaki lima yang rata-rata bermodal lemah merasa memperoleh kesempatan yang baik untuk mengembangkan usahanya. Usaha jasa angkutan, taksi kota, becak dan maupun tempat-tempat penginapan  mendapat kesempatan yang  baik untuk memperoleh pengahasilan yang tinggi.
Menurut Arcala Zamora, kepadatan pengunjung biasanya mencapai puncaknya pada malam Tabot bersanding dan hari Tabot dibuang. Diperkirakan  pendatang dari berbagai daerah yang ingin menyaksikan event Tabot Bersanding dan Tabot Tebuang ini mencapai 60.000 sampai 80.000.
Di pihak lain, keluarga Tabot dan masyarakat Bengkulu sebenarnya bisa memanfaatkan kebudayaan tradisional Tabot sebagai salah satu sumber pendapatan ekonomi mereka yang pada akhirnya menjadi sumber pendapatan daerah. Hal ini memungkinkan dengan cara memproduksi model/market Tabot untuk dijadikan sebagai souvenir bagi para pengunjung.
Kedua, melalui perayaan Tabot secara tidak langsung akan memupuk rasa kecintaan terhadap kebudayaan bangsa. Dengan demikian khasanah budaya lokal seperti Tabot tetap lestari dan diwariskan dari satu generasi ke generasi sehingga meredam pengaruh kebudayaan asing yang bertolak belakang dengan kepribadian bangsa.
Ketiga, keramaian Tabot dapat dimanfaatkan oleh berbagai instansi pemerintah untuk memberikan penyuluhan dan informasi tentang program pembangunan dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Keempat, perayaan Tabot merupakan salah satu komoditas parawisata yang cukup potensial di daerah Bengkulu. Potensi ini akan lebih besar apabila diadakan perbaikan, pengembangan atau penambahan kreasi baru terhadap pelaksanaan Tabot. Apalagi arena perayaan tabot yang dipusatkan dilapangan merdeka propinsi Bengkulu, merupakan jalur strategis objek wisata di kota Bengkulu yang terkenal yakni benteng Marlebourgh, Tapak Padri, Pantai Panjang dan Rumah Bung Karno. 


Penutup
Uraian di atas memberikan penjelasan kepada kita, bahwa perayaan tabot yang awalnya merupakan sebuah ritual turut berduka atas meninggalnya Husien setiap 1-10 Muharram oleh Kerukunan Keluarga Tobot. Sekarang sudah mengalami perluasan disamping ritual juga dimeriahkan dengan berbagai seni pertunjukan. Mengingat potensi perayaan tabot memiliki nilai seni tinggi dan diyakini mampu menumbuhkan pendapatan asli daerah, maka sejak tahun 2006 pemerintah propinsi Bengkulu melalui Dinas Pariwisata Propinsi Bengkulu, menjadikan perayaan ritual tabot ini sebagai agenda tahunan pemerintah daerah dikemas dalam sebuah perayaan festival budaya. Alhasil, pengunjung yang mau menyaksikan perayaan tabot tidak lagi terbatas pada masyarakat lokal Bengkulu saja, namun juga sudah menjadi agenda tahunan para wisatawan nasional maupun mancanegara untuk berwisata ke propinsi Bengkulu. Festival Tabot 2009 di yang digelar di lapangan merdeka Bengkulu disaksikan tidak kurang dari 200 ribu pengunjung.

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azumardi. 2000. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Erman, Makmur et.all.  1982. Tabut dan Peranannya dalam Masyarakat. Padang: Proyek Pengembangan Permusiuman Sumatera Barat.
Firmansyah. 1997. Kolaborasi Agama dan Budaya Dalam Upacara Tabot di Kotamadia Bengkulu. UM Semarang: Skripsi.
Hamidy, Badrul Munir. 1991. Upacara Tradisional Daerah Bengkulu: Upacara Tabot di Kotamadia Bengkulu. Jakarta: Depdikbud.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2000. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya
Pendit, Nyoman S. 1967.  Ilmu Pariwisata Sebagai Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramitha.
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
Zubaedi, et.all. 2007. Nilai-nilai Budaya Lokal dan Kehidupan Beragama: Studi tentang Tradisi Tabot di Bengkulu. STAIN Bengkulu: Laporan Penelitian
Suara Pembaharuan, Edisi 11 Januari 2007.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tabot











 

Tidak ada komentar: